Polemik Masyarakat Adat To Konde di Luwu Timur, Ini Tanggapan AMAN Tana Luwu


LUTIMNEWS.COM – Pengukuhan Masyarakat Adat To Konde yang sedianya berlangsung Senin (23/07) di Kawata akhirnya batal dilakukan karena sejumlah penyebab, salah satunya adalah protes keras dari masyarakat To Padoe.

 

Dimintai tanggapannya pada Selasa (24/07), Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu Bata Manurun menjelaskan bahwa sebenarnya ada 4 syarat mutlak sebuah masyarakat adat dapat diakui sebagai komunitas adat.

“Syaratnya adalah harus mempunyai sejarah asal usul tertulis, punya wilayah teritorial sejak dulu, ada kelembagaan adat (baik yang aktif maupun tidak aktif), dan memiliki hukum adat yang sesuai syariat agama yang ada saat ini”, kata Bata.

Menurut Bata, kelembagaan adat sesungguhnya sudah ada sejak dulu, yang berganti hanyalah kepemimpinan, orang-orangnya dan sebagainya. Sebuah komunitas adat hanya dapat dianggap ada jika sudah mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak.

“Komunitas adat itu hidup dari asal-usul leluhur, turun-temurun dan diatur oleh pranata adat. Jadi kami di AMAN tidak sepakat kalau ada pembentukan lembaga adat yang baru. Kami hanya sepakat jika ada lembaga adat yang ingin menghidupkan, mengembangkan atau mengaktifkan kembali kelembagaan adatnya”, ungkap Bata.

Terkait dengan masyarakat adat To Konde di Luwu Timur, Bata mengatakan bahwa sebenarnya To Konde belum memiliki peta wilayah teritorial yang cukup jelas.

“To Konde belum punya peta wilayah adat. Karena itu kami sarankan agar mereka bisa duduk bersama dengan komunitas adat tetangganya seperti Padoe, Karunsi’e dan Tambe’e untuk menentukan batas-batas teritorial wilayah adat mereka”, kata Bata.

 

Menurut Bata, hal yang paling mudah ditempuh untuk menengahi potensi konflik saat ini adalah dengan mendudukkan semua pihak masyarakat adat yang berjumlah 11 komunitas di Luwu Timur yang difasilitasi Pemda. Selain itu, Pemda juga perlu membuat regulasi yang jelas.

“Dalam 3 tahun terakhir, AMAN sudah sering berdiskusi dengan DPRD Luwu Timur, termasuk menyusun naskah akademik pembuatan regulasi terkait dengan pengakuan dan perlindungan atas hak-hak masyarakat adat”, tutup Batman, sapaan akrab Bata Manurun. [aq/wcr]